This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 01 Desember 2012

Berkembangnya perekonomian Modern di Palembang




Dampak Masuknya Kolonisasi Barat di Palembang
Daerah Palembang (sekarang provinsi Sumatera Selatan ) merupakan salah satu bekas dari tiga keresidenan Sumatera bagian Selatan, dua keresidenan yang lain menjadi Bengkulu dan Lampung. Luas wilayah keseluruhan ketiga keresidenan adalah 137.655 km2. Palembang yang merupakan keresidenan terbesar meliputi 84.692 km persegi 61,8 dari total. Palembang berukuran dua setengah kali ukuran belanda.Sebagian besar daaerah palembang di dominasi oleh sungai-sungai yang mengalir ke pantai timur. Dataran rendah sebelah timur yang di lewati sungai-sungai  secara Lokal di sebut iliran. Pada tahun 1905 ketika penduduk belanda telah mencapai 5,8 juta jiwa penduduk Palembang hanya sekitar 684.000 (65,8 % total penduduk Sumatera Selatan). Pada tahun 1930 penduduk Palembang telah melampaui 1 juta jiwa. Penduduk dataran rendah sebelah timur lebih banyak di bandingkan dengan penduduk dataran tinggi di daerah sempit sebelah barat sekitar Bukit Barisan. (Lindblad, 1993:235)
Perbedaan antara area timur yang terbentang rendah dan daratan tinggi ke barat bukan hanya geografis tetapi juga di ungkapkan dalam segi ekonomi dan orientasinya budaya penduduk. Rakyat yang hidup di dataran rendah kebayakan berurusan dengan perdagangan sedangkan orang-orang yang menetap di dataran tinggi adalah para petani.
Karena kehidupan orang-orang  sebagian besar tergantung pada Sistem sungai, masyarakat Palembang dapat dikatagorikan sebagai masyarakat sungai (riverine society(zed,1991)). Kerajaan Maritim Sriwijaya yang terkenal, yang tumbuh subur sejak abad ke-7 sampai abad ke-10, mempunyai pusat daerah sungai ini. Karakteristik-karakteristik komersial masyarakat sungai masih bertahan selama kesultanan Palembang sejak abad ke-17 sampai abad ke-18, paling mencolok dalam hubungan-hubungan komersial antara sultan dengan para pedagang luar negeri.
            Ideologi fisik Kota Palembang pada masa Kolonial adalah artikulasi antara tradisi dan identitas kota dagang tradisional, walaupun sebenarnya ia sudah dalam jaringan yang bersifat Internasional di satu pihak. Dengan Artikulasi pembangunan kota dagang modernitas pada sisi lain. Artinya, dalam konstruksi ideologi kolonial, mereka sadar bahwa kota ini adalah kota dagang, namun yang perlu di ubah adalah wajah dari tradisional menjadi modernisasi baik secara fisik maupun jiwa warga kotanya. (irwanto, 2011:55)
            Pembangunan tradisional ke modern dimulai ketika pembangunan bangunan-bangunan baru kolonial yang berbeda dengan bangunan-bangunan lama kesultanan palembang. Bangunan-bangunan baru kolonial tersebut adalah simbol fisik baru, atau konstruksi ideologi kota palembang yang baru sebagai kota modern, lebih tepatnya kota dagang modern.
            Usaha pemerintah kolonial di Palembang, dalam menciptakan simbol publik pertama dapat dilihat ketika mereka mencoba membangun bangunan-bangunan fisik yang seolah-olah sebagai sebuah usaha untuk mengalihkan pengaruh kekuasaan dari kesultanan Palembang. (2011:56)
Pada awal abad ke-20 bangunan politik yang mengelilingi pusat kekuasaan pribumi, keraton kuto besark tersebut, diterapkan dengan bangunan fisik lain yang berfungsi sebagai kekuatan politik kota. Pada saat itu juga adanya pembangunan gemeente menjadikan kosntruksi fisik kota palembang lebih teratur. Secara umum, kota di bagi menjadi empat bagian, pertama zona perniagaan, yang memanjang sepanjang aliran sungai bagian ilir, kedua zona industri, memanjang sepanjang aliran sungai musi pada bagian ulu, ketiga zona perkantoran, yang berada di pusat kota, keempat zona pemukiman, yang terletak di bagian barat pusat kota. (2011:57)
Berkembangnya Perekonomian Modern
            Memasuki dasawarsa kedua abad ke-20, 1930-an, Palembang muncul sebagai Wigewesten, daerah untung, sebutan untuk daerah-daerah yang dieksploitasi secara ekonomi. Realitas konstrruksi kota dagang dengan adanya hal ini, semakin mendapat tempatnya ketika kemajuan dalam perdagangan ekspor karet. Berharganya rubber, getah karet, membuat palembang menjadi kota yang ramai dan banyak sekali perubahan-perubahan yang ada terutama dalam hal bangunan. Keberadaan bangunan tersebut tidak terlepas, berbarengan dengan penyediaan segala fasilitas kota untuk dunia perdagangan. Pasar di Palembang mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. (Irwanto, 2011:68)
            Simbolisasi kota dagang modern tersebut terlihat dalam pembangunan secara fisikkota. Pada 1915 sampai 1920, pada masa Residen Brautigam dan Westenenk, di buat Vergdering, peraturan untuk perbaikan keperluan pelayaran perdagangan kapal-kapal dan urusan transportasi di kota Palembang. (2011:69)
Keadaan fisik yang memprihatinkan untuk kepentingan kota dagang modern tersebut kemudian meningkat tajam dengan mulainya geliat pembangunan transportasi kota modern dalam bentuk kereta api. Pada dasarnya, jalan kereta api untuk memudahkan mengangkut hasil-hasil perkebunan. Di daerah perbatasan Palembang dan Bengkulu banyak terdapat daerah-daerah yang merupakan kantong-kantong perkebunan karet, baik yang dikelola oleh onderneming maupun petani karet itu sendiri. Hasil-hasil perkebunan ini kebanyakan tidak diperdagangkan di dalam negeri, melainkan untuk pasaran luar negeri dengan pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintunya. Hasil bumi kalau mau dikeluarkan dengan cara melalui jalur barat, dan Bengkulu tidak memiliki pelabuhan yangbaik, sehingga dipilihlah jalur kereta api dari daerah Lahat sekitarnya keKertapati di Palembang yang diteruskan oleh rel kereta api ke Tanjung Karang, Lampung, dari sana kemudian menuju pintu utamanya, Tanjung Priok.
            Namun pada akhirnya segala yang dibangun oleh pemerintah kolonial hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Pemikiran pembangunan kota itu hanyalah untuk menarik minat penanaman modal asing Pemikiran ini untuk menarik hati peminat penanaman modal asing agar betah tinggal di Palembang, untuk meluaskan onderneming-ondernemingnya di daerah uluan Palembang, adanya pengangkutan ini, karena di sana banyak barang-barang hasil buminya. Kalau dilihat sebelah dalam, bisa dilihat berapa banyak tambang-tambang batu bara seperti di Muara Enim dan sebagainya, masuk sedikit lagi dapat dilihat tambang minyak di Plaju dan onderneming-onderneming dari para kapitalis asing. Perusahaan-perusahaan minyak tersebut sudah dibuka oleh “Royal Duitsc Compagnie for exploiting petroleum wells in the Neterlands Indies” mulai 1890.51 Fabrik snijverheid, yang ada di Plaju, Bagus Kuning, dan Sungai Gerong mampu memproduksi minyak 1.137.386 ton per tahun dengan keuntungan sebesar 65 juta gulden. Tambang batu bara Bukit Asam, pada 1930 mampu mendatangkan penghasilan sebesar 5 juta gulden dengan produksi batunya sebanyak 413.762 ton per tahun (2011:73)
Pertambangan batu bara Bukit Asam di Tanjung Enim (kurang lebih 220 km dari Palembang) telah memulai produksi pada tahun 1917. Dua tahun kemudian, sesudah pertambangan batubara di Bukit asam di beli dari “Lematang Maatschppij” oleh Negara Belanda, kapasitas produksi menyamai pertambangan Ombilin di Sumatera Barat, satu-satunya tambang batu bara utama yang lain di Sumatera. Namun, pertambangan batubara yang lain di buka pada tahun 1917 di Bengkalis, Riau, tetapi Bukit asam muncul sebagai pemasok terpenting batubara sumatera pada dekade-dekade yang mendahului perang Dunia II.
Walaupun dengan majunya perekonomian Kolonial ini, masyrakat Palembang tetap menjalankan perekonomian radisional mereka, seperti di bidang Industi dan Perdagangan. Hal ini selaras dengan pernyataan Teori dualisme J. Boeke, yang mana kedua sistem ekonomi itu sama-sama kuat walaupun memiliki perbedaan.